Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berencana merobohkan tiang-tiang proyek monorel yang telah mangkrak hampir dua dekade di sejumlah titik Ibu Kota. Ia mengaku tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan nasib tiang-tiang tersebut.
“Saya yang begini-begini, membuat saya tidur nggak nyenyak. Mimpi saya tentang monorel,” kata Pramono di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Sabtu (25/10).
Menurut Pramono, keberadaan tiang-tiang monorel di jalur HR Rasuna Said hingga Senayan menjadi simbol ketidakpastian pembangunan di Jakarta. Proyek ini, kata dia, dimulai sejak 2002 dan mengalami groundbreaking pada 2004 oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
“Gubernurnya adalah Pak Sutiyoso waktu itu. Baru enam–tujuh tahun kemudian berhenti. Pemerintahan berganti, gubernurnya berganti, dan seterusnya,” ujar politikus PDI Perjuangan itu mengenang.
Pramono menegaskan, Pemprov DKI ingin menuntaskan permasalahan tiang monorel secara menyeluruh. Saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pembongkaran tidak menimbulkan persoalan hukum.
“Maka saya ingin selesaikan. Alhamdulillah atas dukungan aparat penegak hukum, terutama Kejati Jakarta dan KPK,” ujarnya.
Rencananya, pembongkaran tiang-tiang monorel di kawasan HR Rasuna Said, Kuningan, hingga Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, akan dilakukan mulai Januari 2026.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, M Taufik Zoelkifli, mendukung langkah Pramono. Ia menilai, pembongkaran tiang-tiang tersebut memang perlu dilakukan demi keindahan dan keselamatan warga. Namun, ia mengingatkan agar Pemprov berhati-hati karena aset tersebut berkaitan dengan BUMN.
“Memang harus dibongkar, dan perlu diapresiasi apa yang dilakukan Pak Gubernur sekarang. Tapi karena ini proyek nasional, proses hukumnya harus jelas,” kata Taufik kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (25/10/2025).
Corporate Secretary Adhi Karya Rozi Sparta menyampaikan perusahaan memang telah melakukan pertemuan dengan Pemprov DKI Jakarta untuk membahas langkah hukum dan teknis terkait rencana pembersihan maupun pembongkaran tiang eks monorel tersebut. Ia menjelaskan skema final pelaksanaan kegiatan itu masih dalam tahap pembahasan lanjutan bersama para pemangku kepentingan terkait. Pembahasan dilakukan agar proses pembongkaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Perusahaan Konstruksi Indonesia (Asperkoni), Sudin Antoro, menilai langkah Pramono sudah tepat. Namun, ia mengingatkan pembongkaran harus dilakukan dengan kajian hukum, teknis, dan lingkungan yang matang.
“Tiang-tiang itu sisa proyek bernilai triliunan rupiah. Harus ada inventarisasi dan penghapusan aset oleh BPKAD, serta audit teknis oleh Dinas Bina Marga dan Cipta Karya,” jelasnya.
Sudin juga menyarankan agar pembongkaran dilakukan sebagian untuk efisiensi biaya dan waktu. “Yang dibongkar cukup bagian atasnya, pondasi bisa tetap dimanfaatkan di masa depan,” katanya.
Ia menambahkan, area bekas tiang monorel bisa disulap menjadi jalur pedestrian, taman kota, atau vertical garden yang mempercantik Jakarta. Bahkan, struktur yang tersisa bisa dijadikan jalur sepeda elevated atau ruang ekonomi rakyat (UMKM).
“Dengan desain ramah lingkungan, tiang-tiang itu bisa diubah jadi landmark kota berkelanjutan. Ini sejalan dengan visi Jakarta menuju kota global yang hijau dan berdaya saing,” tutur Sudin.
Sumber : rm.id
Add a Comment