Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M Taufik Zoelkifli di akun X (Twitter) miliknya membagikan artikel berjudul “NU-Nasakom dan PKS-KIM” karya Nashihin Nizhamuddin.
Nashihin menuliskan, dalam sejarah masa itu, NU sempat dicitrakan buruk karena masuk dalam pemerintahan Sukarno yang mengagendakan penggabungan kelompok Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) dalam pemerintahannya. Ide Nasakom Sukarno ini terkenal dengan rumusan “Jalannya Revolusi Kita” (Jarek).
“K. H. Abdul Wahab Chasbullah, salah satu pendiri NU, adalah yang setuju NU masuk dalam kabinet pemerintahan Sukarno. Sikap Kyai Chasbullah ini mendapat penentangan dari sebagian kiai yang lain, terutama dari kalangan Masyumi. Atas sikap beliau ini, Kiai Wahab kemudian dituduh dengan beragam sebutan, seperti sebutan tidak konsisten, oportunis, bahkan julukan ‘Kiai Nasakom’,” tulis Nashihin.
Dalam pandangan Kiai Wahab, duduk di kabinet merupakan kesempatan untuk memahamkan pemerintah tentang buruknya jika memasukkan unsur komunis dalam pemerintahan. Kiai Wahab menilai, “Ketika duduk di luar kabinet (menjadi oposisi), para ulama hanya bisa teriak-teriak tanpa bisa melakukan apa-apa. Bisa jadi, malah dituduh pengacau.” (NU Online, 2019).
Nashihin mengatakan, PKS ingin memperbaiki pemerintahan Prabowo-Gibran dari dalam. Sebagai partai Islam yang selama ini banyak berseberangan dengan Jokowi, PKS dapat saja menghadang pengaruh Jokowi dari dalam.
“Oleh karena itu, ketika Prabowo mengajak PKS untuk masuk dalam pemerintahannya, PKS menyambutnya karena Prabowo butuh partai penguat dalam menjalankan pemerintahannya,” tulis Nashihin.