Jakarta – Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama dua bulan di Jakarta membuat sektor perekonomian kocar-kacir. Tidak terkecuali puluhan BUMD Pemprov DKI Jakarta.
Hal itu terungkap dalam rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan sejumlah BUMD baru-baru ini yang beragendakan laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) 2019.
“Tergambar jelas kegetiran keuangan BUMD di awal 2020. Pendapatan BUMD diprediksi akan turun drastis pada 2020. Jadi, tahun 2019 menjadi puncak pencapaian,” kata Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS M. Taufik Zoelkifli melalui keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOLJakarta, Sabtu (16/5).
Bahkan, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk yang merupakan perusahaan daerah milik Pemprov DKI Jakarta yang telah melantai di bursa efek Indonesia, menurut Taufik, diketahui sedang kalang kabut.
Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI berimbas pada penutupan sementara unit-unit rekreasi dan resor di bawah PT Taman Impian Jaya Ancol mulai 14 Maret 2020 sampai batas waktu yang belum dapat dipastikan membuat manajemen tak ada lagi pemasukan sama sekali.
“Dari laporan PT Taman Impian Jaya Ancol, kas yang ada hanya bisa sampai bulan Juni 2020. Setelah itu belum terbayangkan bagaimana kasih makan hewan laut peliharaan Ancol. Yang lebih parah tidak ada lagi dana untuk menggaji karyawannya,” ujar politisi PKS ini.
Selama masa penutupan Ancol, manajemen melakukan pola kerja dari rumah (WFH) sekitar 82 persen karyawan dan sisanya masih dengan pola kerja di kantor untuk pemeliharaan dan pengamanan.
“Dunia usaha juga sudah lebih dulu kalang kabut. Teman-teman yang usahanya restoran, hotel, dan travel paling terpukul. Mereka sudah duluan angkat tangan dibanding yang lain,” ungkap Taufik.
Taufik yang juga Ketua DPD PKS Jakarta Timur menuturkan, kondisi seperti ini memang ibarat buah simalakama. PSBB tetap harus dilaksanakan untuk memutus mata rantai virus jahanam, tapi PSBB yang kaku seperti sekarang ternyata mematikan perekonomian.
“Sebaliknya jika pembatasan sosial dilonggarkan, maka Covid-18 makin merajalela,” cetus Taufik.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Taufik, yang harus dilakukan adalah “jalan tengah”. Artinya, tidak mengkonfrontasikan antara aspek kesehatan dengan ekonomi. Tapi mencari cara agar keduanya bisa berjalan beriringan.
“Perlu segera dicari cara, dirumuskan, dirapatkan dan dibuat, kegiatan ekonomi yang “bersahabat” dengan virus Corona. Kita bikin kreasi bagaimana caranya menikmati wisata di Ancol tapi aman tidak sambil sebar-sebar virus. Bagaimana konsumen bisa makan di resto tanpa ketakutan atau ditakut-takuti akan menyebarkan penyakit. Phyical distancing sudah pasti. Tapi seperti apa bentuknya agar elok dirasakan. Tetap sehat tapi tetap juga berkegiatan,” saran Taufik.
Taufik berpendapat, dibutuhkan pemikiran out of the box dari eksekutif dan legislatif untuk mencari cara tentang bagaimana kegiatan ekonomi sambil tetap aman dari penyebaran penyakit.
“Nanti bisa dibantu oleh para pakar di Dewan Riset Daerah dan lembaga lain. Atau libatkan otaknya para milenialis yg masih pure dan idealis,” cetus Taufik.
Salah satunya, Taufik menyarankan untuk meniadakan sama sekali perpindahan langsung uang kas dari penjual ke pembeli.
“Harus pakai wadah penghubung. Kalau di Jepang ada warung makan kecil yang di pintu masuknya ada “robot” penerima uang. Konsumen mengklik pesanan di situ kemudian memasukkan uang ke robot. Setelah itu tamu tinggal masuk restoran, duduk dan makanan datang. Seperti yg sudah digunakan oleh Mc Donald di beberapa gerainya. Tapi warung Jepang itu tampak lebih strick dan sekaligus lebih sederhana,” papar Taufik.
Kalau UMKM atau pasar tradisional bagaimana? Ya, mungkin bisa dibudayakan saja pemakaian wadah untuk sterilisasi uang.
“Atau ide lain yang pastinya bisa dicari di dalam otak orang Indonesia yang jumlahnya di atas 200 juta. Tuhan telah memberikan modal kepada manusia berupa kepala beserta isinya untuk berjuang hidup di bumi, menghadapi segala tantangan dan rintangan. Untuk menang,” tutup Taufik.
Sumber : RMOL
Add a Comment